Mahasiswa UBT Suarakan Tuntutan 17+8, Desak Transparansi DPRD dan Reformasi Polri

By Budiman 11 Sep 2025, 10:33:39 WITA Tarakan
Mahasiswa UBT Suarakan Tuntutan 17+8, Desak Transparansi DPRD dan Reformasi Polri

Keterangan Gambar : Ketua BEM Ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT), Andi Fajriansyah


TARAKAN – Ketua BEM Ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT), Andi Fajriansyah, menegaskan pentingnya mengawal tuntutan 17+8 yang sempat digaungkan dalam aksi demonstrasi mahasiswa beberapa waktu lalu. Ia menilai poin-poin yang termuat dalam tuntutan tersebut tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga menyentuh isu jangka panjang yang menyangkut kepentingan publik.

Menurut Andi, saat aksi digelar dua minggu lalu, tuntutan 17+8 belum sepenuhnya terpublikasi. Namun tiga hari pascademo, isu ini mulai digaungkan secara nasional dan mendapat perhatian dari berbagai daerah, termasuk Tarakan.

“Banyak hal yang perlu kita kawal dari tuntutan ini, mulai transparansi anggaran DPRD, penghapusan tunjangan rumah yang tidak relevan, hingga penolakan terhadap kriminalisasi aktivis. Kita ingin ada perubahan nyata, bukan sekadar janji politik,” ungkap Andi.

Baca Lainnya :

Dalam aksi tersebut, mahasiswa meminta kehadiran para anggota DPRD Tarakan serta anggota DPR RI Dapil Kaltara, seperti Deddy Sitorus, Hasan Saleh, dan Rahmawati Zainal. Namun, hanya Deddy Sitorus yang kemudian hadir pada 7 September dan menandatangani hasil tuntutan Aliansi Mahasiswa Utara “Tarakan Bersuara”.

Salah satu poin tegas adalah desakan agar DPRD transparan dalam hal gaji, tunjangan, dan fasilitas. “Dari hasil kajian, DPRD seharusnya tidak mendapat tunjangan rumah karena mereka dipilih dari daerahnya sendiri,” jelas Andi.

Ia juga menyinggung pernyataan seorang anggota DPR yang menyebut “jangan samakan DPRD dengan rakyat jelata.” Menurutnya, pernyataan itu melukai hati masyarakat. “Mereka adalah wakil rakyat, harusnya bekerja untuk rakyat, bukan merendahkan,” tegasnya.

Selain DPR, mahasiswa juga menyoroti institusi kepolisian. Andi Fajriansyah menilai, Polri harus segera berbenah menyusul kasus meninggalnya Afan Kurniawan di Jakarta yang dinilai mencerminkan ketidakprofesionalan aparat.

“Kami minta Kapolri serius melakukan reformasi. Jangan sampai ada kepentingan pribadi dalam institusi. Hukuman bagi oknum polisi yang terlibat juga harus transparan dan setimpal,” tegas Andi.

Selain isu politik dan hukum, mahasiswa juga menyoroti aspek ekonomi. Dalam tuntutan 17+8, terdapat poin yang menekankan perlindungan hak-hak tenaga kerja, termasuk guru, buruh, tenaga kesehatan, hingga pekerja sektor informal.

“Di Kaltara, sebagai daerah perbatasan, kita butuh kesejahteraan guru, buruh, dan nakes. Infrastruktur pendidikan juga harus diperkuat agar generasi muda bisa bersaing. Pemerintah perlu memastikan upah layak dan mencegah PHK massal,” pungkas Andi.

(*)

Penulis : Budiman




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment