- Kelompok Usaha Perikanan dan Pertanian di Tarakan Terima Bantuan Pemkot
- BI Catat Pertanian Dominasi Penyerapan Pekerja di Kalimantan Utara
- Dugaan Pencemaran PT PRI: Warga Tarakan Desak Pemerintah Ambil Sikap
- BI Prediksi Ekonomi Kaltara 2025 Tumbuh Lebih Tinggi
- Kasus Dugaan Penipuan Mandek, Penasehat Hukum Warga Krayan Kritik Kinerja Polres Nunukan
- UMKM Padati Pendaftaran Stand Festival Budaya IRAU Malinau 2025
- Polisi Nunukan Klarifikasi Isu Oknum Kasus Narkoba Bebas Berkeliaran
- Puskesmas Karang Rejo Dorong Deteksi Dini Penyakit Lewat Layanan Gratis
- Mayoritas ODGJ di Tarakan Diduga Berasal dari Luar Daerah
- Gubernur Kaltara Tekankan Peran Strategis Penghulu Bagi Masyarakat
Dugaan Pencemaran PT PRI: Warga Tarakan Desak Pemerintah Ambil Sikap
Masyarakat berharap pemerintah turun tangan agar aktivitas industri tidak terus merugikan warga

Keterangan Gambar : PT Phoenix Resources International atau biasa disingkat PRI
TARAKAN – Aktivitas operasional PT Phoenix Resources International (PRI) menuai keluhan serius dari warga sekitar. Asap pekat yang keluar dari cerobong pabrik dinilai telah mengganggu kualitas lingkungan dan memengaruhi kehidupan masyarakat.
Yapdin, juru bicara warga sekaligus pemilik lahan di sekitar pabrik, menyebutkan bahwa warga dalam radius 50 meter dari lokasi pabrik sudah merasakan dampak nyata.
“Udara terasa berbeda sejak asap itu muncul. Kami berharap Pemkot Tarakan bisa segera turun tangan melakukan penindakan atau evaluasi agar pencemaran tidak semakin meluas,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Baca Lainnya :
- Kasus Dugaan Penipuan Mandek, Penasehat Hukum Warga Krayan Kritik Kinerja Polres Nunukan0
- Polisi Nunukan Klarifikasi Isu Oknum Kasus Narkoba Bebas Berkeliaran0
- Mahasiswa UBT Suarakan Tuntutan 17+8, Desak Transparansi DPRD dan Reformasi Polri0
- Saatnya Perempuan Bicara : Bagaimana Indonesia Hari Esok?0
- Patroli Gabungan Polres–TNI Jaga Kondusifitas Perbatasan Nunukan0
Salah satu keluhan paling sering disampaikan warga adalah berubahnya kualitas air hujan. Menurut Yapdin, sebelumnya air hujan yang ditampung bisa langsung dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Kini, air hujan dianggap kotor dan berbau.
“Contohnya saudara Riki, biasanya menampung air hujan untuk mandi atau mencuci. Sekarang tidak bisa lagi, air harus dibiarkan beberapa saat karena ada kotoran dan bau menyengat,” jelasnya.
Selain air, dampak lain yang dirasakan adalah matinya tanaman produktif warga. Pohon yang semula menjadi sumber penghasilan kini tak lagi berbuah. Bahkan sebagian tanaman kebun perlahan mati setelah aktivitas pabrik berlangsung.
“Selama beberapa tahun terakhir, banyak tanaman kami tidak bisa tumbuh. Bahkan beberapa mati karena terkena genangan yang tercemar limbah pabrik,” tambahnya.
Warga juga menduga pencemaran tidak hanya melalui udara, tetapi juga air. Genangan di kebun sering menimbulkan rasa gatal jika mengenai kulit. “Kalau tidak pakai alas kaki, kaki terasa seperti terkena kutu air. Tanaman di sekitar pun ikut mati,” kata Yapdin.
Untuk mencari jalan keluar, warga telah menggelar forum diskusi yang melibatkan masyarakat, pemangku adat, hingga pihak kehutanan. Pertemuan itu membahas data, tuntutan warga, serta langkah komunikasi dengan pihak PRI setelah hasil uji laboratorium lingkungan keluar.
“Kami masih menunggu hasil laboratorium. Setelah itu, warga akan menyampaikan langsung ke pihak PRI. Harapan kami, forum diskusi ini bisa menghasilkan solusi konkret,” tegas Yapdin.
Warga juga mempertanyakan keberadaan industri besar di Tarakan yang dianggap rawan menimbulkan risiko pencemaran. Menurut informasi yang diterima, karyawan PT PRI bahkan tidak disarankan tinggal dekat pabrik karena faktor keamanan lingkungan.
“Kalau di daerah lain, pabrik serupa bisa mencemari udara hingga radius empat kilometer. Air tanah pun harus steril setidaknya 1,5 kilometer. Tarakan ini wilayah kecil, sehingga dampaknya pasti lebih terasa,” pungkas Yapdin.
(*)
Penulis : Budiman