- AHY Dorong Kolaborasi BI dan OJK untuk Perkuat Infrastruktur Ekonomi Digital Indonesia
- Bandara Juwata Tarakan Dinilai Siap Layani Penerbangan Internasional
- Semarak KKB 2025 di Tarakan, BI Targetkan Transaksi Rp 2,5 Miliar dan Hiburan RAN
- Rocky Gerung Tantang Aktivis Muda Kaltara Dorong Isu Lingkungan ke Panggung Dunia
- Harga Emas di Pegadaian Turun Lagi, Rabu 29 Oktober 2025
- Komitmen Investasi untuk IKN Capai Rp 225 Triliun, Bukti Kepercayaan Investor Terus Menguat
- Ekonomi Kalimantan Utara Tumbuh 4,54 Persen di Triwulan II-2025
- Harga Batu Bara Meroket, China dan Korea Selatan Jadi Penentu Arah Pasar Globa
- Bupati Nunukan Salurkan Sekolah Gratis untuk Siswa SD dan SMP
- Kaltara Komitmen Wujudkan Pelayanan Perizinan yang Efisien dan Transparan
Angkatan Laut Israel Tangkap Lebih dari 450 Aktivis Global Sumud Flotilla
Angkatan Laut Israel tangkap lebih dari 450 aktivis Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan ke Gaza. Armada kemanusiaan dicegat paksa, memicu kecaman internasional atas blokade yang telah berlangsung hampir dua dekade.

Keterangan Gambar : Ilutrasi : IsraHELL yang sedang menyita KAPAL
Gaza – Ketegangan di Jalur Gaza kembali memanas setelah Angkatan Laut Israel mencegat armada bantuan internasional Global Sumud Flotilla yang hendak menembus blokade Israel. Lebih dari 450 aktivis dari berbagai negara ditangkap, sementara 42 kapal yang membawa bantuan kemanusiaan berhasil dihentikan secara paksa.
Pihak Global Sumud Flotilla menyebut tindakan Israel sebagai penculikan ilegal terhadap warga sipil. “Dunia menyaksikan apa yang terjadi ketika masyarakat sipil menentang pengepungan. Namun Marinette tetap berlayar,” ungkap pernyataan resmi mereka, dikutip dari Anadolu, Jumat (3/10/2025).
Menurut International Committee to Break the Siege on Gaza (ICBSG), kapal Marinette masih melanjutkan perjalanan meski sempat tertunda akibat kerusakan teknis. Para aktivis yang berada di armada tersebut berasal dari sejumlah negara, mulai dari Spanyol, Italia, Brasil, Turki, Yunani, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Inggris, hingga Prancis.
Baca Lainnya :
Aktivis Dibawa ke Ashdod
Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa para aktivis yang ditangkap akan dibawa ke Pelabuhan Ashdod di Israel selatan sebelum dideportasi ke Eropa. Media Israel, KAN, melaporkan sekitar 41 kapal dengan 400 lebih peserta ditarik paksa dalam operasi militer yang berlangsung selama 12 jam.
Para aktivis melaporkan adanya gangguan sinyal komunikasi saat kapal mereka dikepung lebih dari 20 kapal perang Israel. Beberapa rekaman yang beredar di media sosial menunjukkan kapal angkatan laut Israel mendekati konvoi sambil memaksa mereka mengubah arah.
Tuduhan Kekerasan
ICBSG menuduh Israel melakukan tindakan brutal, termasuk menabrak kapal, menyemprotkan meriam air, dan memaksa naik ke kapal aktivis. Para peserta yang berasal dari sekitar 50 negara disebut diperlakukan kasar meski mereka menegaskan aksi ini adalah misi damai.
Armada Global Sumud Flotilla saat itu berjarak kurang dari 148 kilometer dari Gaza sebelum dicegat. Serangan ini mengingatkan pada insiden sebelumnya terhadap kapal Madleen dan Handala yang juga diserang Israel pada Juni dan Juli 2025.
Kecaman Internasional
Serangan Israel terhadap armada bantuan tersebut memicu kecaman global. Amnesty International menegaskan bahwa tindakan terhadap konvoi sipil tidak dapat diterima, sementara PBB memperingatkan bahwa armada kemanusiaan harus dilindungi.
Padahal, armada yang berlayar sejak akhir Agustus itu membawa bantuan medis dan kebutuhan pokok untuk penduduk Gaza. Ini menjadi misi terbesar dalam beberapa tahun terakhir, dengan sekitar 50 kapal bergabung untuk mengirim bantuan.
Krisis Kemanusiaan Gaza
Gaza saat ini dihuni oleh hampir 2,4 juta jiwa yang hidup di bawah blokade Israel selama lebih dari 18 tahun. Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 66.200 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.
PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan menegaskan Gaza kini berada di ambang kelaparan massal dan krisis kesehatan, lantaran Israel memperketat blokade dengan menutup perbatasan serta menghentikan pengiriman makanan dan obat-obatan sejak Maret 2025.











